Pendidikan
ada untuk mendidik. Pendidikan ada untuk menciptakan generasi bangsa.
Pendidikan ada untuk membenarkan hal yang salah. Pendidikan ada untuk membangun
bukan menghancurkan...
Pendidikan
adalah hal yang terpenting bagi seseorang bahkan terkadang menjadi sangat
penting untuk sebagian orang, namun ada juga yang menganggap pendidikan hanya
membuang-buang uang. Lalu apa yang salah dengan pendidikan? Semua kembali lagi
kepada diri sendiri bagaimana kita menganggap penting pendidikan untuk kita. Di
negara luar, pendidikan adalah hal yang paling utama dan sangat dijunjung tinggi
namun di negara kita sendiri, masih banyak kalangan yang tak menganggap
pendidikan itu adalah sesuatu hal yang utama dan masih memandang remeh
pendidikan di negara kita.
Banyak
orang yang tidak melanjutkan pendidikan hanya karena masalah “keuangan”, bagi
sebagian orang tanpa mengenyam bangku pendidikan pun dapat mencari uang, walau
itu hanya pekerjaan serabutan. Bagi mereka hal yang paling utama adalah uang,
uang dan hanya uang. Mereka pun berfikir banyak orang yang berpendidikan namun
tetap menjadi pengangguran. Padahal yang menyebabkan seseorang menganggur
karena seseorang itu tak ingin berusaha bukan karena pendidikan. Bahkan diluar
sana banyak calon penerus bangsa yang menjadi pengemis, pengamen, bahkan
gelandangan hanya untuk mengisi perut mereka tanpa sedikit pun menyeman bangku
pendidikan. Mereka telah diracuni oleh pola fikir orang tua mereka tentang
betapa tidak pentingnya pendidikan. Apa yang menyebabkan ada sebagian orang
dapat berfikir demikian? Ini bisa jadi karena perubahan pola pikir atau mainset
mereka tentang pendidikan. Mungkin juga
ini akibat tuntunan jaman yang semakin modern, dimana segala hal menjadi mahal
bahkan tak terjangkau.
Sebagian
orang juga menganggap pendidikan sekarang kurang berkualitas, berbeda dengan
dahulu. Dulu nilai agama adalah penentu naik atau tidaknya anak ke jenjang yang
lebih tinggi namun sekarang nilai agama mulai dilupakan dan dikitkan jam mata
pelajarannya. Tak heran bila anak sekarang lebih mengedepankan logika daripada
akhlak karena memang dikit sekali nilai agama yang diberikan guru sewaktu jam
pelajaran dan guru pun hanya terpaku oleh buku. Anak menjadi kurang mendapatkan
siraman rohani sedangkan di zaman yang semakin modern ini sangat perlu ajaran
agama yang lebih untuk menghadapi dan tidak kehilangan jati diri sebagai
manusia. Anak zaman sekarang haus akan etika dan moral.
Terlebih
orang tua zaman sekarang banyak yang salah dalam mendidik anak, misalnya saja
anak pulang sekolah dengan keadaan menangis lalu sang ibu bertanya “kenapa
nak?” anak pun menjawab “itu bu tadi aku dihukum sama guru” ibunya menjawab
“biar ibu kesekolah berbicara langsung dengan guru kamu” lalu sang ibu langsung
pergi dan menemuni guru tanpa bertanya kejadian secara mendetail. Berbeda
dengan dahulu bila si anak pulang dengan keadaan menangis, orang tua pasti akan
menjawab “pasti kamu melakukan kesalahan sehingga guru menghukum kamu”. Mungkin
guru menghukum anak karena memang si anak bersalah tapi di zaman sekarang orang
tua terlalu memanjakan anak. Memang benar tak boleh ada kekerasan dalam
mengajar dan mendidik namun bila memang diperlukan sah-sah saja dan masih
sewajarnya agar si anak menjadi sadar apa kesalahan dia dan menjadikan dia
pribadi yang bertanggung jawab. Nabi pun menganjurkan hal demikian.
Itulah
yang membedakan pendidikan di “zaman dahulu” dan “zaman sekarang”. Yang justru
sangat berdampak buruk pada anak. Memang tak salah bila pendidikan kita ingin
maju seperti negara lain, tapi apa tak ada cara lain selain mengikuti sistem
pembelajaran mereka? Apa itu tidak merusak kebudayaan di negara kita sendiri?
Mengapa kita tak menciptakan sistem pembelajaran dengan cara kita sendiri yaitu dengan cara lebih mengedepankan akhlak?
Terkadang pendidikan di zaman sekarang, anak sangat dituntut sedemikian rupa
agar sama dengan anak diluar. Padahal tingkat IQ setiap anak berbeda-beda.
Bagaimana mungkin pendidikan di negara kita akan maju bila sang anak merasa
sangat tertekan sewaktu belajar? Kita menginginkan para penerus bangsa ini
menjadi anak yang pintar tapi yang kita lakukan justru membuat si anak menjadi
stress.
Pendidikan
itu bukan mesin yang menggerakkan anak sebagai robot. Untuk apa kita terus
menuntut lebih kepada anak? Masih banyak anak yang mampu berprestasi tanpa
harus dicecar dengan pelajaran. Misalnya, Albert Einstein, dahulu dia adalah
anak yang mempunyai kesulitan dalam belajar tapi dia mampu menciptakan teori-teori
yang sangat mengejutkan. Ada Thomas Alfa Edison si penemu bola lampu dan masih
banyak yang lainnya. Bisa kah kita lihat dari sisi ini? Bahwa masih ada permata
yang dapat mengubah dunia tanpa harus kita menggali terlebih dahulu. Mengapa?
Karena mereka dapat melihat dunia dengan cara yang berbeda, dengan cara mereka
sendiri bahkan tanpa ada bantuan dari orang lain sedikitpun. Pemikiran yang
unik dan tidak ada yang bisa mengerti mereka. Mereka menentang. Dan sekarang
mereka muncul sebagai pemenang dan dunia dibuat terkejut. Bukankah seharusnya
pendidikan yang sebenarnya seperti itu? Mendukung apa yang anak inginkan. Bukan
memaksakan apa yang kita inginkan.
Terlebih
di zaman sekarang adalah zamannya globalisasi. Memang itu suatu hal tak bisa
kita hindarkan namun sebenarnya dapat kita kendalikan. Anak zaman sekarang
lebih sering bergantung pada internet, mengapa? Karena zaman sekarang anak
dituntut agar tidak gaptek demi mengikuti perkembangan teknologi, yang
terkadang guru memberikan tugas untuk searching di internet atau dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah anak orang tua tidak dapat membimbing sang anak
dan menyuruh anak untuk searching di internet, membuat anak zaman sekarang
sangat bergantung pada internet. Karena memang sejenak dini anak sudah
ditanamkan bibit seperti itu. Ini yang menyebabkan anak mencontoh hal-hal
negatif yang terdapat pada internet.
Memang
tak selalu internet membawa dampak buruk, masih banyak sisi positif yang
diberikan internet. Tapi pada masa pendidikan jangan biarkan anak mengenal
internet bukan membuat anak menjadi gaptek tapi memang pada saat itu belum
saatnya mereka untuk mengenalnya. Mengapa? Karena anak belum dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Kita lihat sekarang ini, banyak kasus di
pendidikan yang berawal dari internet.
Selain
berdampak pada pola fikir dan meracuni akhlak mereka, internet pun dapat
membuat kebudayaan di negara kita sendiri menghilang. Misalnya, dahulu negara
kita dikenal dengan penduduknya yang sopan-santun, menghormati yang lebih tua
tapi apa yang kita lihat sekarang justru kebalikannya. Contohnya, ada seorang
anak muda yang duduk dalam sebuah bus sambil memainkan gadget dia, tiba-tiba
naiklah nenek tua yang sudah tak mampu berdiri lama dan bus itu dalam keadaan
penuh. Apa si anak muda itu akan memberikan kursinya untuk sang nenek? Ternyata
tidak. Si anak muda pura-pura tertidur, lalu dimana kah nilai menghormati orang
yang lebih tua? Apa mungkin nilai itu sudah hilang dari kebudayaan kita? Dan
apa yang membuatnya menghilang?
Negara
kita pun terkenal dengan kebudayaan warganya yang ramah tamah namun sekarang
apa kenyataannya? Orang di jaman sekarang lebih asik berbicara lewat media
sosial daripada bertegur sapa secara langsung, misalnya saja di dalam angkutan
umum hampir seluruh penumpangnya memegang gagdet tanpa memperdulikkan keadaan
sekitar. Lalu dimana kah nilai ramah tamahnya? Mengapa rasanya sekarang lebih
mudah bertegur sapa melalui media sosial daripada secara langsung? Anak zaman
sekarang lebih suka berbicara dengan gagdet daripada berbicara dengan sesama
manusia.
Globalisasi
di negara ini bagai sihir Harry Potter yang mampu mengubah dunia hanya dengan
jentakan jari. Ntah sihir apa yang diberikan sang penyihir sehingga dunia dapat
berubah dalam sekejap mata. Merubah dunia dalam segala hal, salah satunya dalam
sisi kekreativitasan. Memang dengan kemudahan akses yang biasa kita sebut
dengan “internet”, di zaman sekarang kreativitas seseorang dapat cepat
berkembang. Namun ada hal yang salah dalam ke kreativitasan zaman sekarang
yaitu “kreativitas instant”. Mengapa instant? Karena tanpa harus berpikir keras
kita dapat menemukan banyak hal yang kita cari dengan internet. Otak seakan
dimanja dengan kemudahan teknologi. Otak seakan terbatas dalam berpikir. Tak
ada kekreativitasan yang tercipta, hanya saja merubah sedikit kreativitas yang
sudah ada alis menjiplak. Ini yang membuat negara kita selalu tertinggal negara
lain. Kita hanya mampu menggunakan apa yang diciptakan oleh negara lain tetapi
tidak membuat sesuatu yang bisa di gunakan oleh negara lain. Kita seakan
terlena, terbuai dengan segala kemudahan yang ada.
Ini
semua menunjukkan bahwa globalisasi tidak dapat di pandang sebelah mata oleh
bangsa kita. Sebelum semua manusia merubah menjadi robot, sebelum otak tak bisa
lagi digunakan sebagaimana semestinya, sebelum semua terlanjur di bodohi oleh
teknologi. Tak salah bila sekarang disebut sebagai “zaman edan”, karena memang
manusia-manusia di zaman sekarang sudah tidak dapat berpikir dengan matang.
Lantas
bagaimana pendidikan menyikapi semua ini? Saya fikir tak ada salahnya bila
pendidikan kembali kepada sistem yang seperti dulu, lebih menekankan
nilai-nilai agama dibanding dengan nilai-nilai logika. Apalah arti sebuah nilai
logika bila nilai moral, etika bahkan akhlaq menghilang? Bukan berarti seperti
pesantren atau pondok hanya saja di sekolah-sekolah umum pelajaran agama lebih
diperhatikan dan diutamakan. Pendidikan ada untuk mendidik para penerus bangsa
bukan untuk menghilangkan nilai moral, etika dan akhlaq. Apalah arti sebuah
negara yang maju namun rakyatnya bagai tak punya hati serta melupakan
nilai-nilai islami?
0 komentar:
Posting Komentar