Welcome

Tulisan ini ada bukan karena aku tapi karena kalian. Ini bukan kisah tentang aku tapi kisah tentang kalian. Aku menulis ini bukan untuk aku tapi untuk kalian. Ini bukan hanya tentang perasaan aku tapi tentang perasaan kalian....


Senin, 19 Mei 2014

Globalisasi Menggerogoti Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia

Diposting oleh Unknown di 03.54
Pendidikan ada untuk mendidik. Pendidikan ada untuk menciptakan generasi bangsa. Pendidikan ada untuk membenarkan hal yang salah. Pendidikan ada untuk membangun bukan menghancurkan...

Pendidikan adalah hal yang terpenting bagi seseorang bahkan terkadang menjadi sangat penting untuk sebagian orang, namun ada juga yang menganggap pendidikan hanya membuang-buang uang. Lalu apa yang salah dengan pendidikan? Semua kembali lagi kepada diri sendiri bagaimana kita menganggap penting pendidikan untuk kita. Di negara luar, pendidikan adalah hal yang paling utama dan sangat dijunjung tinggi namun di negara kita sendiri, masih banyak kalangan yang tak menganggap pendidikan itu adalah sesuatu hal yang utama dan masih memandang remeh pendidikan di negara kita.

Banyak orang yang tidak melanjutkan pendidikan hanya karena masalah “keuangan”, bagi sebagian orang tanpa mengenyam bangku pendidikan pun dapat mencari uang, walau itu hanya pekerjaan serabutan. Bagi mereka hal yang paling utama adalah uang, uang dan hanya uang. Mereka pun berfikir banyak orang yang berpendidikan namun tetap menjadi pengangguran. Padahal yang menyebabkan seseorang menganggur karena seseorang itu tak ingin berusaha bukan karena pendidikan. Bahkan diluar sana banyak calon penerus bangsa yang menjadi pengemis, pengamen, bahkan gelandangan hanya untuk mengisi perut mereka tanpa sedikit pun menyeman bangku pendidikan. Mereka telah diracuni oleh pola fikir orang tua mereka tentang betapa tidak pentingnya pendidikan. Apa yang menyebabkan ada sebagian orang dapat berfikir demikian? Ini bisa jadi karena perubahan pola pikir atau mainset mereka tentang pendidikan.  Mungkin juga ini akibat tuntunan jaman yang semakin modern, dimana segala hal menjadi mahal bahkan tak terjangkau.

Sebagian orang juga menganggap pendidikan sekarang kurang berkualitas, berbeda dengan dahulu. Dulu nilai agama adalah penentu naik atau tidaknya anak ke jenjang yang lebih tinggi namun sekarang nilai agama mulai dilupakan dan dikitkan jam mata pelajarannya. Tak heran bila anak sekarang lebih mengedepankan logika daripada akhlak karena memang dikit sekali nilai agama yang diberikan guru sewaktu jam pelajaran dan guru pun hanya terpaku oleh buku. Anak menjadi kurang mendapatkan siraman rohani sedangkan di zaman yang semakin modern ini sangat perlu ajaran agama yang lebih untuk menghadapi dan tidak kehilangan jati diri sebagai manusia. Anak zaman sekarang haus akan etika dan moral.

Terlebih orang tua zaman sekarang banyak yang salah dalam mendidik anak, misalnya saja anak pulang sekolah dengan keadaan menangis lalu sang ibu bertanya “kenapa nak?” anak pun menjawab “itu bu tadi aku dihukum sama guru” ibunya menjawab “biar ibu kesekolah berbicara langsung dengan guru kamu” lalu sang ibu langsung pergi dan menemuni guru tanpa bertanya kejadian secara mendetail. Berbeda dengan dahulu bila si anak pulang dengan keadaan menangis, orang tua pasti akan menjawab “pasti kamu melakukan kesalahan sehingga guru menghukum kamu”. Mungkin guru menghukum anak karena memang si anak bersalah tapi di zaman sekarang orang tua terlalu memanjakan anak. Memang benar tak boleh ada kekerasan dalam mengajar dan mendidik namun bila memang diperlukan sah-sah saja dan masih sewajarnya agar si anak menjadi sadar apa kesalahan dia dan menjadikan dia pribadi yang bertanggung jawab. Nabi pun menganjurkan hal demikian.

Itulah yang membedakan pendidikan di “zaman dahulu” dan “zaman sekarang”. Yang justru sangat berdampak buruk pada anak. Memang tak salah bila pendidikan kita ingin maju seperti negara lain, tapi apa tak ada cara lain selain mengikuti sistem pembelajaran mereka? Apa itu tidak merusak kebudayaan di negara kita sendiri? Mengapa kita tak menciptakan sistem pembelajaran dengan cara kita sendiri yaitu  dengan cara lebih mengedepankan akhlak? Terkadang pendidikan di zaman sekarang, anak sangat dituntut sedemikian rupa agar sama dengan anak diluar. Padahal tingkat IQ setiap anak berbeda-beda. Bagaimana mungkin pendidikan di negara kita akan maju bila sang anak merasa sangat tertekan sewaktu belajar? Kita menginginkan para penerus bangsa ini menjadi anak yang pintar tapi yang kita lakukan justru membuat si anak menjadi stress.

Pendidikan itu bukan mesin yang menggerakkan anak sebagai robot. Untuk apa kita terus menuntut lebih kepada anak? Masih banyak anak yang mampu berprestasi tanpa harus dicecar dengan pelajaran. Misalnya, Albert Einstein, dahulu dia adalah anak yang mempunyai kesulitan dalam belajar tapi dia mampu menciptakan teori-teori yang sangat mengejutkan. Ada Thomas Alfa Edison si penemu bola lampu dan masih banyak yang lainnya. Bisa kah kita lihat dari sisi ini? Bahwa masih ada permata yang dapat mengubah dunia tanpa harus kita menggali terlebih dahulu. Mengapa? Karena mereka dapat melihat dunia dengan cara yang berbeda, dengan cara mereka sendiri bahkan tanpa ada bantuan dari orang lain sedikitpun. Pemikiran yang unik dan tidak ada yang bisa mengerti mereka. Mereka menentang. Dan sekarang mereka muncul sebagai pemenang dan dunia dibuat terkejut. Bukankah seharusnya pendidikan yang sebenarnya seperti itu? Mendukung apa yang anak inginkan. Bukan memaksakan apa yang kita inginkan.

Terlebih di zaman sekarang adalah zamannya globalisasi. Memang itu suatu hal tak bisa kita hindarkan namun sebenarnya dapat kita kendalikan. Anak zaman sekarang lebih sering bergantung pada internet, mengapa? Karena zaman sekarang anak dituntut agar tidak gaptek demi mengikuti perkembangan teknologi, yang terkadang guru memberikan tugas untuk searching di internet atau dalam menyelesaikan pekerjaan rumah anak orang tua tidak dapat membimbing sang anak dan menyuruh anak untuk searching di internet, membuat anak zaman sekarang sangat bergantung pada internet. Karena memang sejenak dini anak sudah ditanamkan bibit seperti itu. Ini yang menyebabkan anak mencontoh hal-hal negatif yang terdapat pada internet.

Memang tak selalu internet membawa dampak buruk, masih banyak sisi positif yang diberikan internet. Tapi pada masa pendidikan jangan biarkan anak mengenal internet bukan membuat anak menjadi gaptek tapi memang pada saat itu belum saatnya mereka untuk mengenalnya. Mengapa? Karena anak belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kita lihat sekarang ini, banyak kasus di pendidikan yang berawal dari internet.

Selain berdampak pada pola fikir dan meracuni akhlak mereka, internet pun dapat membuat kebudayaan di negara kita sendiri menghilang. Misalnya, dahulu negara kita dikenal dengan penduduknya yang sopan-santun, menghormati yang lebih tua tapi apa yang kita lihat sekarang justru kebalikannya. Contohnya, ada seorang anak muda yang duduk dalam sebuah bus sambil memainkan gadget dia, tiba-tiba naiklah nenek tua yang sudah tak mampu berdiri lama dan bus itu dalam keadaan penuh. Apa si anak muda itu akan memberikan kursinya untuk sang nenek? Ternyata tidak. Si anak muda pura-pura tertidur, lalu dimana kah nilai menghormati orang yang lebih tua? Apa mungkin nilai itu sudah hilang dari kebudayaan kita? Dan apa yang membuatnya menghilang?

Negara kita pun terkenal dengan kebudayaan warganya yang ramah tamah namun sekarang apa kenyataannya? Orang di jaman sekarang lebih asik berbicara lewat media sosial daripada bertegur sapa secara langsung, misalnya saja di dalam angkutan umum hampir seluruh penumpangnya memegang gagdet tanpa memperdulikkan keadaan sekitar. Lalu dimana kah nilai ramah tamahnya? Mengapa rasanya sekarang lebih mudah bertegur sapa melalui media sosial daripada secara langsung? Anak zaman sekarang lebih suka berbicara dengan gagdet daripada berbicara dengan sesama manusia.

Globalisasi di negara ini bagai sihir Harry Potter yang mampu mengubah dunia hanya dengan jentakan jari. Ntah sihir apa yang diberikan sang penyihir sehingga dunia dapat berubah dalam sekejap mata. Merubah dunia dalam segala hal, salah satunya dalam sisi kekreativitasan. Memang dengan kemudahan akses yang biasa kita sebut dengan “internet”, di zaman sekarang kreativitas seseorang dapat cepat berkembang. Namun ada hal yang salah dalam ke kreativitasan zaman sekarang yaitu “kreativitas instant”. Mengapa instant? Karena tanpa harus berpikir keras kita dapat menemukan banyak hal yang kita cari dengan internet. Otak seakan dimanja dengan kemudahan teknologi. Otak seakan terbatas dalam berpikir. Tak ada kekreativitasan yang tercipta, hanya saja merubah sedikit kreativitas yang sudah ada alis menjiplak. Ini yang membuat negara kita selalu tertinggal negara lain. Kita hanya mampu menggunakan apa yang diciptakan oleh negara lain tetapi tidak membuat sesuatu yang bisa di gunakan oleh negara lain. Kita seakan terlena, terbuai dengan segala kemudahan yang ada.

Ini semua menunjukkan bahwa globalisasi tidak dapat di pandang sebelah mata oleh bangsa kita. Sebelum semua manusia merubah menjadi robot, sebelum otak tak bisa lagi digunakan sebagaimana semestinya, sebelum semua terlanjur di bodohi oleh teknologi. Tak salah bila sekarang disebut sebagai “zaman edan”, karena memang manusia-manusia di zaman sekarang sudah tidak dapat berpikir dengan matang.


Lantas bagaimana pendidikan menyikapi semua ini? Saya fikir tak ada salahnya bila pendidikan kembali kepada sistem yang seperti dulu, lebih menekankan nilai-nilai agama dibanding dengan nilai-nilai logika. Apalah arti sebuah nilai logika bila nilai moral, etika bahkan akhlaq menghilang? Bukan berarti seperti pesantren atau pondok hanya saja di sekolah-sekolah umum pelajaran agama lebih diperhatikan dan diutamakan. Pendidikan ada untuk mendidik para penerus bangsa bukan untuk menghilangkan nilai moral, etika dan akhlaq. Apalah arti sebuah negara yang maju namun rakyatnya bagai tak punya hati serta melupakan nilai-nilai islami?

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 19 Mei 2014

Globalisasi Menggerogoti Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia

Diposting oleh Unknown di 03.54
Pendidikan ada untuk mendidik. Pendidikan ada untuk menciptakan generasi bangsa. Pendidikan ada untuk membenarkan hal yang salah. Pendidikan ada untuk membangun bukan menghancurkan...

Pendidikan adalah hal yang terpenting bagi seseorang bahkan terkadang menjadi sangat penting untuk sebagian orang, namun ada juga yang menganggap pendidikan hanya membuang-buang uang. Lalu apa yang salah dengan pendidikan? Semua kembali lagi kepada diri sendiri bagaimana kita menganggap penting pendidikan untuk kita. Di negara luar, pendidikan adalah hal yang paling utama dan sangat dijunjung tinggi namun di negara kita sendiri, masih banyak kalangan yang tak menganggap pendidikan itu adalah sesuatu hal yang utama dan masih memandang remeh pendidikan di negara kita.

Banyak orang yang tidak melanjutkan pendidikan hanya karena masalah “keuangan”, bagi sebagian orang tanpa mengenyam bangku pendidikan pun dapat mencari uang, walau itu hanya pekerjaan serabutan. Bagi mereka hal yang paling utama adalah uang, uang dan hanya uang. Mereka pun berfikir banyak orang yang berpendidikan namun tetap menjadi pengangguran. Padahal yang menyebabkan seseorang menganggur karena seseorang itu tak ingin berusaha bukan karena pendidikan. Bahkan diluar sana banyak calon penerus bangsa yang menjadi pengemis, pengamen, bahkan gelandangan hanya untuk mengisi perut mereka tanpa sedikit pun menyeman bangku pendidikan. Mereka telah diracuni oleh pola fikir orang tua mereka tentang betapa tidak pentingnya pendidikan. Apa yang menyebabkan ada sebagian orang dapat berfikir demikian? Ini bisa jadi karena perubahan pola pikir atau mainset mereka tentang pendidikan.  Mungkin juga ini akibat tuntunan jaman yang semakin modern, dimana segala hal menjadi mahal bahkan tak terjangkau.

Sebagian orang juga menganggap pendidikan sekarang kurang berkualitas, berbeda dengan dahulu. Dulu nilai agama adalah penentu naik atau tidaknya anak ke jenjang yang lebih tinggi namun sekarang nilai agama mulai dilupakan dan dikitkan jam mata pelajarannya. Tak heran bila anak sekarang lebih mengedepankan logika daripada akhlak karena memang dikit sekali nilai agama yang diberikan guru sewaktu jam pelajaran dan guru pun hanya terpaku oleh buku. Anak menjadi kurang mendapatkan siraman rohani sedangkan di zaman yang semakin modern ini sangat perlu ajaran agama yang lebih untuk menghadapi dan tidak kehilangan jati diri sebagai manusia. Anak zaman sekarang haus akan etika dan moral.

Terlebih orang tua zaman sekarang banyak yang salah dalam mendidik anak, misalnya saja anak pulang sekolah dengan keadaan menangis lalu sang ibu bertanya “kenapa nak?” anak pun menjawab “itu bu tadi aku dihukum sama guru” ibunya menjawab “biar ibu kesekolah berbicara langsung dengan guru kamu” lalu sang ibu langsung pergi dan menemuni guru tanpa bertanya kejadian secara mendetail. Berbeda dengan dahulu bila si anak pulang dengan keadaan menangis, orang tua pasti akan menjawab “pasti kamu melakukan kesalahan sehingga guru menghukum kamu”. Mungkin guru menghukum anak karena memang si anak bersalah tapi di zaman sekarang orang tua terlalu memanjakan anak. Memang benar tak boleh ada kekerasan dalam mengajar dan mendidik namun bila memang diperlukan sah-sah saja dan masih sewajarnya agar si anak menjadi sadar apa kesalahan dia dan menjadikan dia pribadi yang bertanggung jawab. Nabi pun menganjurkan hal demikian.

Itulah yang membedakan pendidikan di “zaman dahulu” dan “zaman sekarang”. Yang justru sangat berdampak buruk pada anak. Memang tak salah bila pendidikan kita ingin maju seperti negara lain, tapi apa tak ada cara lain selain mengikuti sistem pembelajaran mereka? Apa itu tidak merusak kebudayaan di negara kita sendiri? Mengapa kita tak menciptakan sistem pembelajaran dengan cara kita sendiri yaitu  dengan cara lebih mengedepankan akhlak? Terkadang pendidikan di zaman sekarang, anak sangat dituntut sedemikian rupa agar sama dengan anak diluar. Padahal tingkat IQ setiap anak berbeda-beda. Bagaimana mungkin pendidikan di negara kita akan maju bila sang anak merasa sangat tertekan sewaktu belajar? Kita menginginkan para penerus bangsa ini menjadi anak yang pintar tapi yang kita lakukan justru membuat si anak menjadi stress.

Pendidikan itu bukan mesin yang menggerakkan anak sebagai robot. Untuk apa kita terus menuntut lebih kepada anak? Masih banyak anak yang mampu berprestasi tanpa harus dicecar dengan pelajaran. Misalnya, Albert Einstein, dahulu dia adalah anak yang mempunyai kesulitan dalam belajar tapi dia mampu menciptakan teori-teori yang sangat mengejutkan. Ada Thomas Alfa Edison si penemu bola lampu dan masih banyak yang lainnya. Bisa kah kita lihat dari sisi ini? Bahwa masih ada permata yang dapat mengubah dunia tanpa harus kita menggali terlebih dahulu. Mengapa? Karena mereka dapat melihat dunia dengan cara yang berbeda, dengan cara mereka sendiri bahkan tanpa ada bantuan dari orang lain sedikitpun. Pemikiran yang unik dan tidak ada yang bisa mengerti mereka. Mereka menentang. Dan sekarang mereka muncul sebagai pemenang dan dunia dibuat terkejut. Bukankah seharusnya pendidikan yang sebenarnya seperti itu? Mendukung apa yang anak inginkan. Bukan memaksakan apa yang kita inginkan.

Terlebih di zaman sekarang adalah zamannya globalisasi. Memang itu suatu hal tak bisa kita hindarkan namun sebenarnya dapat kita kendalikan. Anak zaman sekarang lebih sering bergantung pada internet, mengapa? Karena zaman sekarang anak dituntut agar tidak gaptek demi mengikuti perkembangan teknologi, yang terkadang guru memberikan tugas untuk searching di internet atau dalam menyelesaikan pekerjaan rumah anak orang tua tidak dapat membimbing sang anak dan menyuruh anak untuk searching di internet, membuat anak zaman sekarang sangat bergantung pada internet. Karena memang sejenak dini anak sudah ditanamkan bibit seperti itu. Ini yang menyebabkan anak mencontoh hal-hal negatif yang terdapat pada internet.

Memang tak selalu internet membawa dampak buruk, masih banyak sisi positif yang diberikan internet. Tapi pada masa pendidikan jangan biarkan anak mengenal internet bukan membuat anak menjadi gaptek tapi memang pada saat itu belum saatnya mereka untuk mengenalnya. Mengapa? Karena anak belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kita lihat sekarang ini, banyak kasus di pendidikan yang berawal dari internet.

Selain berdampak pada pola fikir dan meracuni akhlak mereka, internet pun dapat membuat kebudayaan di negara kita sendiri menghilang. Misalnya, dahulu negara kita dikenal dengan penduduknya yang sopan-santun, menghormati yang lebih tua tapi apa yang kita lihat sekarang justru kebalikannya. Contohnya, ada seorang anak muda yang duduk dalam sebuah bus sambil memainkan gadget dia, tiba-tiba naiklah nenek tua yang sudah tak mampu berdiri lama dan bus itu dalam keadaan penuh. Apa si anak muda itu akan memberikan kursinya untuk sang nenek? Ternyata tidak. Si anak muda pura-pura tertidur, lalu dimana kah nilai menghormati orang yang lebih tua? Apa mungkin nilai itu sudah hilang dari kebudayaan kita? Dan apa yang membuatnya menghilang?

Negara kita pun terkenal dengan kebudayaan warganya yang ramah tamah namun sekarang apa kenyataannya? Orang di jaman sekarang lebih asik berbicara lewat media sosial daripada bertegur sapa secara langsung, misalnya saja di dalam angkutan umum hampir seluruh penumpangnya memegang gagdet tanpa memperdulikkan keadaan sekitar. Lalu dimana kah nilai ramah tamahnya? Mengapa rasanya sekarang lebih mudah bertegur sapa melalui media sosial daripada secara langsung? Anak zaman sekarang lebih suka berbicara dengan gagdet daripada berbicara dengan sesama manusia.

Globalisasi di negara ini bagai sihir Harry Potter yang mampu mengubah dunia hanya dengan jentakan jari. Ntah sihir apa yang diberikan sang penyihir sehingga dunia dapat berubah dalam sekejap mata. Merubah dunia dalam segala hal, salah satunya dalam sisi kekreativitasan. Memang dengan kemudahan akses yang biasa kita sebut dengan “internet”, di zaman sekarang kreativitas seseorang dapat cepat berkembang. Namun ada hal yang salah dalam ke kreativitasan zaman sekarang yaitu “kreativitas instant”. Mengapa instant? Karena tanpa harus berpikir keras kita dapat menemukan banyak hal yang kita cari dengan internet. Otak seakan dimanja dengan kemudahan teknologi. Otak seakan terbatas dalam berpikir. Tak ada kekreativitasan yang tercipta, hanya saja merubah sedikit kreativitas yang sudah ada alis menjiplak. Ini yang membuat negara kita selalu tertinggal negara lain. Kita hanya mampu menggunakan apa yang diciptakan oleh negara lain tetapi tidak membuat sesuatu yang bisa di gunakan oleh negara lain. Kita seakan terlena, terbuai dengan segala kemudahan yang ada.

Ini semua menunjukkan bahwa globalisasi tidak dapat di pandang sebelah mata oleh bangsa kita. Sebelum semua manusia merubah menjadi robot, sebelum otak tak bisa lagi digunakan sebagaimana semestinya, sebelum semua terlanjur di bodohi oleh teknologi. Tak salah bila sekarang disebut sebagai “zaman edan”, karena memang manusia-manusia di zaman sekarang sudah tidak dapat berpikir dengan matang.


Lantas bagaimana pendidikan menyikapi semua ini? Saya fikir tak ada salahnya bila pendidikan kembali kepada sistem yang seperti dulu, lebih menekankan nilai-nilai agama dibanding dengan nilai-nilai logika. Apalah arti sebuah nilai logika bila nilai moral, etika bahkan akhlaq menghilang? Bukan berarti seperti pesantren atau pondok hanya saja di sekolah-sekolah umum pelajaran agama lebih diperhatikan dan diutamakan. Pendidikan ada untuk mendidik para penerus bangsa bukan untuk menghilangkan nilai moral, etika dan akhlaq. Apalah arti sebuah negara yang maju namun rakyatnya bagai tak punya hati serta melupakan nilai-nilai islami?

0 komentar on "Globalisasi Menggerogoti Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia"

Posting Komentar

About

blogspot tutorial,blog,tips blogging

Blogroll

My Blog List

Blogger templates

Blogger news

 

My World Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review